Anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina, menjelaskan perlunya dilakukan hak angket terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Menurut Selly, terdapat dugaan bahwa pemerintah, khususnya Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, telah menyalahgunakan kuota tambahan untuk jemaah haji.
Selain itu, kondisi buruk yang dialami jemaah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) juga menjadi alasan utama untuk mengusulkan penyelidikan ini. Penjelasan tersebut disampaikan oleh Selly dalam Rapat Paripurna DPR di Gedung DPR, Jakarta, hari Selasa (9 Juli 2024).
"Hal yang mendasar dan menjadi pertimbangan penggunaan hak angket haji tahun 2024 atau 1445 H adalah, pertama, penetapan dan pembagian kuota haji tambahan tidak sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Pasal 64 Ayat 2," ujar Selly, sebagaimana dikutip Kompas.com.
"Disebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia, sehingga Keputusan Menag Nomor 118 Tahun 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Kuota Haji Khusus Tambahan dan Sisa Kuota Haji Khusus Tahun 2024 M bertentangan dengan UU dan tidak sesuai hasil kesimpulan rapat panja antara Komisi VIII dengan Menag terkait penetapan BPIH," sambungnya.
Selly mengonfirmasi bahwa semua masalah yang teridentifikasi dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024 adalah fakta. Menurutnya, pemerintah Indonesia, khususnya Kemenag, tidak optimal dalam menjaga kepentingan warga negara Indonesia yang berangkat sebagai jemaah haji ke Tanah Suci.
"Tambahan kuota jemaah haji terkesan hanya jadi kebanggaan, namun tidak sejalan dengan peningkatan pelayanan serta komitmen dalam upaya memperpendek waktu daftar tunggu jemaah haji yang sudah mendaftar," kata Selly. "Kedua, adanya indikasi kuota tambahan di tengah adanya penyalahgunaan oleh pemerintah," lanjut dia.
Selly menjelaskan bahwa layanan yang diterima oleh jemaah Indonesia di Armuzna tidak optimal, termasuk masalah tenda yang over kapasitas dan fasilitas MCK. Padahal, menurutnya, biaya tambahan yang dibayarkan oleh jemaah haji seharusnya mencakup pemondokan, katering, dan transportasi.
Dengan demikian, Selly menggarisbawahi pentingnya pembentukan hak angket haji berdasarkan temuan-temuan pada haji 2024. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan berbagai pelanggaran hukum dan kebijakan yang telah disepakati antara DPR dan pemerintah terkait penetapan kuota haji dan penyelenggaraan ibadah. Hal ini diharapkan dapat memastikan bahwa proses tersebut berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.
"Perlu kami sampaikan, pimpinan, bahwa yang telah menandatangani bukan 31, tetapi sudah 35 anggota. Dan semua resmi akan saya sampaikan. Lebih dari 2 fraksi," imbuh Selly.